Rabu, 28 Mei 2014

Penjara Over Kapasitas


PENJARA
Kewalahan Menampung
Membludaknya Narapidana

Chairil A Adjis   -    Dudi Akasyah 
 
 
Penjara selalu dipandang sebagai tujuan seseorang dipidana. Keti-ka kekecewaan, frustrasi, pembelajaran sosial, dan keamanan masyarakat bermuara kepada penjara. Maka pertanyaannya ada-lah apakah penjara dapat menyelesaikan masalah atau malah menimbulkan masalah. Hal ini perlu dikaji secara empiris dan kritis agar ditemukan metode yang lebih efektif dan efisien, serta yang terpenting diperolehnya rasa keadilan baik oleh pelaku, korban, masyarakat, dan negara.
Indonesia: Penjara Penuh
Jumlah narapidana meningkat tajam. Tak ayal penjara dipenuhi oleh narapidana. Tahun-tahun sebelumnya penjara sudah penuh, sekarang keadaannya semakin sesak. Tak dapat dibayangkan tahun-tahun yang akan datang kepadatannya akan seperti apa.
Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari Negara, tidak hanya pembangunan infrastruktur, namun yang lebih efektif dan efisien adalah pemilihan strategi atau kebijakan kriminal yang tepat.
Jumlah penghuni penjara di Indonesia (Februari 2012) berjumlah 155.953 penghuni (Media Indonesia.Com), sedangkan daya tampung penjara 95.000 orang. Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Sihabudin, menyatakan bahwa: “Perbandingan ini sudah jelas menunjukan kurangnya fasilitas penampungan.”
Jika melihat membeludaknya jumlah narapidana maka dapat dibayangkan betapa pengapnya keadaan penjara. Situasi yang tidak manusiawi akan menimbulkan akibat yang tidak baik di masa yang akan datang.
JUMLAH PENJARA DI INDONESIA
NO
PERIODE
JUMLAH
1
Tahun 2009
428 Penjara
2
Tahun 2010
442 Penjara
Sumber: Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM, Februari 2012


PENJARA OVER KAPASITAS

NO
KONDISI PENJARA
JUMLAH
1
Penjara Over Kapasitas
29 Kanwil
2
Penjara Normal
4 Kanwil
Jumlah Total Kanwil di Indonesia
33 Kanwil
Sumber: Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM, Februari 2012


Penjara yang mengalami over kapasitas terjadi pada hampir semua penjara di Indonesia. Terlebih lagi di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota lainnya. Dari sekian banyak, hanya 4 Kanwil di Indonesia yang masih normal (jumlah total 33 Kanwil), selebihnya (29 Kanwil) mengalami over kapasitas.
Padahal masih baru dalam ingatan, yaitu tahun 2010 telah didirikan Lembaga Pemasyarakatan yang baru yaitu 14 LP (Pada Masa Menhuk-Ham Patrialis Akbar), namun LP Baru tersebut dalam waktu singkat sudah berjubel lagi dengan narapidana. Jumlah total penjara pada saat ini (2012) yaitu 442 LP.
NARAPIDANA DI INDONESIA
JANUARI-FEBRUARI 2012
NO
BULAN
JUMLAH NARAPIDANA
PERTAMBAHAN
1
JANUARI
141.000
4.000 orang
per dua bulan
2
FEBRUARI
145.000
Sumber: Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM, Februari 2012
Di sisi lain, kejahatan dari hari ke hari kian meningkat. Bahkan dalam kurun waktu 2 bulan (Awal Januari sampai akhir Februari 2012), orang yang menjadi narapidana berjumlah 4.000 orang. Berarti setiap bulan pemerintah harus membangun minimal 1 (satu) LP, tentu hal itu merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Sebagai gambaran, awal Januari 2012 jumlah narapidana se-Indonesia berjumlah 141.000 orang, adapun di akhir Februari 2012 (saat penulis sedang mencatat analisis ini) berjumlah 145.000 orang, berarti dalam kurun waktu dua bulan penambahan narapidana mencapai 4.000 orang.
Penjara yang over kapasitas disebabkan banyak faktor diantaranya:
1.   Jumlah narapidana yang masuk lebih besar daripada jumlah narapidana yang bebas
2.   Konsekuensi dari meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk
3.   Tren kriminalitas meningkat tajam
4.   Narapidana yang menjalani hukuman bertahun-tahun
5.   Jumlah Penjara tidak bertambah
Penjara yang berjubel akan memberi akibat yang tidak baik, di satu sisi perlakuan yang tidak manusiawi, di sisi lain akan menimbulkan perbuatan anti-sosial, disamping terabaikannya kesehatan narapidana. Tindak kriminal akan terus bertambah, namun infrastruktur penjara belum tentu bertambah. Apabila tidak segera dicarikan jalan keluarnya maka akan berakibat buruk bagi pemenjaraan di masa yang akan datang. Sebenarnya, tidak harus terpaku kepada membangun LP baru, namun perlu adanya pemahaman yang sinergi antara negara, pembuat kebijakan kriminal dengan sistem peradilan pidana yang ada. Jangan sampai hakim keasyikan memvonis kurungan penjara, padahal penjara sudah sesak dengan penghuni. Namun hakim juga akan berdalih bahwa Hukum Pidana juga harus dibenahi sebab para hakim menggunakan Hukum Pidana sebagai dasar pijakannya.
Jika kita mengunjungi penjara-penjara maka secara kasat mata kita akan disuguhi oleh napi yang berjubel. Ruang-ruang kecil yang diisi sesak.
Sebagai contoh, hal serupa terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang. Kondisi LP sudah penuh. Bahkan banyak narapidana tidak bisa tidur di sel, mereka tidur bergeletakan di luar sel.[1]
LP Kelas 1 Tangerang sampai saat ini dihuni oleh 1.594 narapidana, padahal daya tampung Penjara tsb hanya 600 orang. Hampir tiga kali lipat lebih banyak dari jumlah yang ditentukan. Hal ini lebih diperparah dengan narapidana atau tahanan titipan dari Jakarta, Tengerang, dan Banten. Di penjara itu memiliki tujuh blok, semuanya sudah penuh sesak. Mantan Ketua KPK yang kini menjadi narapidana yaitu Antasari Ashar mengakui ketidak-nyamanan tersebut.
Akhirnya, karena tidak ada cara lain, ruang apapun digunakan untuk tempat tidur napi. Ruangan kosong meski di luar sel dipakai untuk tidur napi, termasuk koridor paviliun. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka tidak dapat dibayangkan bagaimana situasi penjara ke depannya.
Apabila petugas penjara kebingungan maka bagaimana pula dengan narapidana itu sendiri? Sebagai manusia suatu saat mereka akan berontak apabila situasi penjara sudah tidak memungkinkan untuk dihuni.
Jumlah petugas setiap shift hanya 17 orang. Jumlah ini tidak rasional jika dibandingkan dengan jumlah napi yang mencapai 1.500 orang lebih. Dengan keterbatasan jumlah petugas maka akan terbatas pula penanganan terhadap napi. Padahal untuk pembinaan dan urusan lainnya perlu melibatkan jumlah petugas yang cukup.
Penjara ini memiliki lima kamera pengintai namun yang tiga rusak sehingga hanya dua kamera yang berfungsi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap terbatasnya pengawasan. Akibatnya, apabila ada kekerasan atas tindak kriminal di dalam sel maka petugas akan kesulitan dalam mendeteksi.
Situasi di LP tersebut di atas, hanya potret kecil dari gambaran umum tentang penjara yang ada di Indonesia. Tak ubahnya seperti potret suram tentang penjara yang serba tidak pasti dan serba tidak jelas arah dan tujuannya.
Penjara yang selalu digaungkan sebagai terminal akhir yang menyelesaikan masalah justru menjadi biang masalah. Di dalam penjara 1001 masalah muncul. Jika sebelumnya seseorang punya satu masalah maka setelah ia dimasukkan ke sel masalah dia semakin bertambah, semakin komplek. Seseorang
dimasukkan ke dalam penjara, bertemu dengan orang bermasalah, berhadapan dengan petugas yang bingung menghadapi banyaknya narapidana, keterbatasan daya tampung, perkelahian antar penghuni, penjualan narkoba, dan banyak masalah lainnya.
Di sisi lain, kiriman narapidana dari LP lain tak kunjung henti. Datangnya tidak bisa diduga, jumlahnya pun tak bisa ditawar. Alasannya penjara ini dan itu sudah penuh semua. Petugas penjara tak bisa berbuat apa-apa sebab mereka hanya aparat pelaksana di lapangan.




[1] Keterangan dari Kepala LP Kelas 1 Tangerang, Supriyadi, kepada Tempo.co, Rabu 4 Januari 2012

2 komentar:

  1. wedeww mantabs bang Chairil :p -< Novary s2 krim angkt 2001 ^_^

    BalasHapus
  2. wedeww mantabs bang Chairil :p -< Novary s2 krim angkt 2001 ^_^

    BalasHapus