PENJARA
Kewalahan
Menampung
Membludaknya
Narapidana
Chairil A Adjis - Dudi Akasyah
Penjara selalu dipandang sebagai
tujuan seseorang dipidana. Keti-ka kekecewaan, frustrasi, pembelajaran sosial,
dan keamanan masyarakat bermuara kepada penjara. Maka pertanyaannya ada-lah apakah
penjara dapat menyelesaikan
masalah atau malah menimbulkan masalah. Hal ini perlu dikaji secara empiris dan
kritis agar ditemukan metode yang lebih efektif dan efisien, serta yang
terpenting diperolehnya rasa keadilan baik oleh pelaku, korban, masyarakat, dan
negara.
Indonesia:
Penjara Penuh
Jumlah narapidana meningkat
tajam. Tak ayal penjara dipenuhi oleh narapidana. Tahun-tahun sebelumnya
penjara sudah penuh, sekarang keadaannya semakin sesak. Tak dapat dibayangkan
tahun-tahun yang akan datang kepadatannya akan seperti apa.
Hal ini perlu mendapat perhatian
serius dari Negara, tidak hanya pembangunan infrastruktur, namun yang lebih
efektif dan efisien adalah pemilihan strategi atau kebijakan kriminal yang
tepat.
Jumlah penghuni penjara di
Indonesia (Februari 2012) berjumlah 155.953 penghuni (Media Indonesia.Com),
sedangkan daya tampung penjara 95.000 orang. Direktur Jenderal Lembaga
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Sihabudin, menyatakan bahwa:
“Perbandingan ini sudah jelas menunjukan kurangnya fasilitas penampungan.”
Jika melihat membeludaknya jumlah
narapidana maka dapat dibayangkan betapa pengapnya keadaan penjara. Situasi
yang tidak manusiawi akan menimbulkan akibat yang tidak baik di masa yang akan
datang.
JUMLAH
PENJARA DI INDONESIA
NO
|
PERIODE
|
JUMLAH
|
1
|
Tahun 2009
|
428 Penjara
|
2
|
Tahun 2010
|
442 Penjara
|
Sumber:
Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan
Kementerian
Hukum dan HAM, Februari 2012
PENJARA
OVER KAPASITAS
NO
|
KONDISI
PENJARA
|
JUMLAH
|
1
|
Penjara Over Kapasitas
|
29 Kanwil
|
2
|
Penjara Normal
|
4 Kanwil
|
Jumlah Total Kanwil di
Indonesia
|
33 Kanwil
|
Sumber:
Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan
Kementerian
Hukum dan HAM, Februari 2012
Penjara
yang mengalami over kapasitas terjadi pada hampir semua penjara di Indonesia.
Terlebih lagi di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota
lainnya. Dari sekian banyak, hanya 4 Kanwil di Indonesia yang masih normal
(jumlah total 33 Kanwil), selebihnya (29 Kanwil) mengalami over kapasitas.
Padahal masih baru dalam ingatan,
yaitu tahun 2010 telah didirikan Lembaga Pemasyarakatan yang baru yaitu 14 LP
(Pada Masa Menhuk-Ham Patrialis Akbar), namun LP Baru tersebut dalam waktu
singkat sudah berjubel lagi dengan narapidana. Jumlah total penjara pada saat
ini (2012) yaitu 442 LP.
NARAPIDANA
DI INDONESIA
JANUARI-FEBRUARI
2012
NO
|
BULAN
|
JUMLAH
NARAPIDANA
|
PERTAMBAHAN
|
1
|
JANUARI
|
141.000
|
4.000 orang
per dua
bulan
|
2
|
FEBRUARI
|
145.000
|
Sumber:
Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan
Kementerian
Hukum dan HAM, Februari 2012
Di
sisi lain, kejahatan dari hari ke hari kian meningkat. Bahkan dalam kurun waktu
2 bulan (Awal Januari sampai akhir Februari 2012), orang yang menjadi
narapidana berjumlah 4.000 orang. Berarti setiap bulan pemerintah harus
membangun minimal 1 (satu) LP, tentu hal itu merupakan suatu hal yang tidak
mungkin. Sebagai gambaran, awal Januari 2012 jumlah narapidana se-Indonesia
berjumlah 141.000 orang, adapun di akhir Februari 2012 (saat penulis sedang
mencatat analisis ini) berjumlah 145.000 orang, berarti dalam kurun waktu dua
bulan penambahan narapidana mencapai 4.000 orang.
Penjara
yang over kapasitas disebabkan banyak faktor diantaranya:
1. Jumlah
narapidana yang masuk lebih besar daripada jumlah narapidana yang bebas
2. Konsekuensi
dari meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk
3. Tren
kriminalitas meningkat tajam
4. Narapidana
yang menjalani hukuman bertahun-tahun
5. Jumlah
Penjara tidak bertambah
Penjara
yang berjubel akan memberi akibat yang tidak baik, di satu sisi perlakuan yang
tidak manusiawi, di sisi lain akan menimbulkan perbuatan anti-sosial, disamping
terabaikannya kesehatan narapidana. Tindak kriminal akan terus bertambah, namun
infrastruktur penjara belum tentu bertambah. Apabila tidak segera dicarikan
jalan keluarnya maka akan berakibat buruk bagi pemenjaraan di masa yang akan
datang. Sebenarnya, tidak harus terpaku kepada membangun LP baru, namun perlu
adanya pemahaman yang sinergi antara negara, pembuat kebijakan kriminal dengan
sistem peradilan pidana yang ada. Jangan sampai hakim keasyikan memvonis
kurungan penjara, padahal penjara sudah sesak dengan penghuni. Namun hakim juga
akan berdalih bahwa Hukum Pidana juga harus dibenahi sebab para hakim
menggunakan Hukum Pidana sebagai dasar pijakannya.
Jika
kita mengunjungi penjara-penjara maka secara kasat mata kita akan disuguhi oleh
napi yang berjubel. Ruang-ruang kecil yang diisi sesak.
Sebagai
contoh, hal serupa terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang. Kondisi
LP sudah penuh. Bahkan banyak narapidana tidak bisa tidur di sel, mereka tidur
bergeletakan di luar sel.[1]
LP
Kelas 1 Tangerang sampai saat ini dihuni oleh 1.594 narapidana, padahal daya
tampung Penjara tsb hanya 600 orang. Hampir tiga kali lipat lebih banyak dari
jumlah yang ditentukan. Hal ini lebih diperparah dengan narapidana atau tahanan
titipan dari Jakarta, Tengerang, dan Banten. Di penjara itu memiliki tujuh
blok, semuanya sudah penuh sesak. Mantan Ketua KPK yang kini menjadi narapidana
yaitu Antasari Ashar mengakui ketidak-nyamanan tersebut.
Akhirnya,
karena tidak ada cara lain, ruang apapun digunakan untuk tempat tidur napi.
Ruangan kosong meski di luar sel dipakai untuk tidur napi, termasuk koridor
paviliun. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka tidak dapat dibayangkan
bagaimana situasi penjara ke depannya.
Apabila
petugas penjara kebingungan maka bagaimana pula dengan narapidana itu sendiri?
Sebagai manusia suatu saat mereka akan berontak apabila situasi penjara sudah
tidak memungkinkan untuk dihuni.
Jumlah
petugas setiap shift hanya 17 orang. Jumlah ini tidak rasional jika
dibandingkan dengan jumlah napi yang mencapai 1.500 orang lebih. Dengan
keterbatasan jumlah petugas maka akan terbatas pula penanganan terhadap napi.
Padahal untuk pembinaan dan urusan lainnya perlu melibatkan jumlah petugas yang
cukup.
Penjara
ini memiliki lima kamera pengintai namun yang tiga rusak sehingga hanya dua
kamera yang berfungsi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap terbatasnya
pengawasan. Akibatnya, apabila ada kekerasan atas tindak kriminal di dalam sel
maka petugas akan kesulitan dalam mendeteksi.
Situasi
di LP tersebut di atas, hanya potret kecil dari gambaran umum tentang penjara
yang ada di Indonesia. Tak ubahnya seperti potret suram tentang penjara yang
serba tidak pasti dan serba tidak jelas arah dan tujuannya.
Penjara
yang selalu digaungkan sebagai terminal akhir yang menyelesaikan masalah justru
menjadi biang masalah. Di dalam penjara 1001 masalah muncul. Jika sebelumnya
seseorang punya satu masalah maka setelah ia dimasukkan ke sel masalah dia
semakin bertambah, semakin komplek. Seseorang
dimasukkan ke
dalam penjara, bertemu dengan orang bermasalah, berhadapan dengan petugas yang
bingung menghadapi banyaknya narapidana, keterbatasan daya tampung, perkelahian
antar penghuni, penjualan narkoba, dan banyak masalah lainnya.
Di
sisi lain, kiriman narapidana dari LP lain tak kunjung henti. Datangnya tidak
bisa diduga, jumlahnya pun tak bisa ditawar. Alasannya penjara ini dan itu
sudah penuh semua. Petugas penjara tak bisa berbuat apa-apa sebab mereka hanya
aparat pelaksana di lapangan.
wedeww mantabs bang Chairil :p -< Novary s2 krim angkt 2001 ^_^
BalasHapuswedeww mantabs bang Chairil :p -< Novary s2 krim angkt 2001 ^_^
BalasHapus