Chairil A Adjis dan Dudi Akasyah
Seseorang
yang menjalani masa hukuman di penjara memiliki bermacam-macam latar belakang.
Ada diantaranya yang dijebloskan ke penjara karena masalah politik, terkena
fitnah, masalah dengan rekanan bisnis, korupsi, pencurian, perampokan,
pembunuhan, perkosaan, dan sebagainya.
Jika dilihat
dari latar belakang kasus yang menimpa narapidana maka hasil/efek (output) dari
pen-jara akan berbeda-beda pula. Ada individu yang semakin baik sete-lah
mengalami masa penjara, ada pula yang biasa-biasa saja, dan ada juga yang
tindakan krimi-nalnya semakin menjadi-jadi.
a.
Individu semakin baik
Ada individu
saat memasuki masa pemenjaraan ia memperoleh inspirasi untuk hidup menjadi
lebih baik. Masa penjara baginya menjadi masa untuk melakukan interospeksi,
perenungan, menjernihkan pikiran, dan melakukan evaluasi tentang
kejadian-kejadian yang telah menimpanya, dan melakukan perencanaan untuk
mengerjakan kebaikan-kebaikan.
Ia menyadari
bahwa nun jauh di luar penjara banyak sekali intrik, politik, egois, tuduhan,
fitnah, iri, dan dengki. Yang kuat berkuasa dan yang lemah ditindas serta
diperlakukan sewenang-wenang.
Baginya,
penjara merupakan saat evaluasi, saat pembenahan, melatih diri, dan membuat
planning di saat ia menghirup udara bebas.
Banyak
orang-orang yang berhasil menjalani masa penjara dimana ia menjadikan penjara
sebagai masa evaluasi, masa berkarya, dan dan menyusun rencana ke depan agar
lebih baik, sebagai contoh: Buya Hamka, Soekarno, dan yang lainnya.
b.
Individu insaf
Seseorang
pada awalnya merasa bebas melakukan kejahatan. Ia tidak menerima teguran
apa-apa dari tindakannya. Saat ia divonis bersalah kemudian mendekam di penjara
barulah ia sadar bahwa perbuatannya memiliki konsekuensi hukum. Saat di penjara
ia merasa semuanya serba dibatasi, harus patuh kepada aturan. Petugas di
penjara memberi pembekalan seperti patuh kepada hukum, jangan merugikan orang
lain, pembinaan kerohanian, dan pemberian keterampilan.
Ia menyesali
perbuatannya, ia sadar bahwa perbuatannya telah merugikan orang lain, ia
menyalahkan dirinya sendiri kenapa berbuat sebodoh itu.
Ia berjanji
bahwa mulai saat itu ia akan berubah. Ia akan mengerjakan kegiatan positif dan
menjauhi hal-hal negatif. Ia berjanji bahwa saat kembali ke masyarakat maka ia
akan meraih simpatik dan menunjukan bahwa dirinya sudah benar-benar berubah.
Saat kembali ke masyarakat ia melaksanakan janjinya untuk menjadi manusia yang
berguna bagi masyarakat, agama, bangsa, dan negara.
c.
Individu biasa-biasa saja
Bagi orang
tipe ini, penjara dia anggap biasa saja. Mengikuti kegiatan penjara tanpa
memiliki motivasi, hanya ikut-ikutan. Ia tidak tahu apa manfaat penjara yang
dapat dipetik olehnya.
Ia tidak tahu
apakah ia akan berbuat kebaikan di masyarakat ataukah akan berbuat kejahatan.
Ia berkilah:
“lihat saja nanti, aku tidak tahu apa akan berbuat baik atau berbuat jahat,
tergantung siapa yang mengajak aku. Yang terpenting aku bisa makan.”
Penjara
baginya tak ubah seperti bangunan biasa, tempat singgah sementara, yang tak
memiliki makna apa-apa.
d.
Individu tetap kriminal
Tipe orang
ini menjadikan penjara sebagai tempat menunggu ia melakukan kejahatan lagi.
Bagi dia penjara merupakan resiko dari pekerjaannya. Tipe seperti ini,
menjadikan kejahatan sebagai profesi.
Ia mengatakan
rasional jika kejahatan yang dia lakukan menghasilkan sejumlah uang. Waktunya
sedikit, perjuangan sedikit, tetapi uang yang diperoleh banyak. Perhitungannya
asalkan tidak tertangkap maka secara materi akan sangat menguntungkan.
|
Penulis yang
sengaja melaku-kan penelitian ke penjara mem-peroleh keterangan bahwa ada
narapidana yang terbiasa melaku-kan kriminal dimana setelah ia bebas dari
penjara, tidak berapa lama mendekam lagi dalam penjara, hal itu dilakukan
secara berulang-ulang.
e.
Individu semakin menjadi-jadi
Orang tipe
seperti ini, menjadikan penjara sebagai “School of Crime” (sekolah kejahatan).
Saat ia dijebloskan ke penjara maka ia belajar dari sesama narapidana tentang
berbagai kejahatan, dan berbagai teknik kriminal. Ia pelajari juga bagaimana
cara mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, cara menge-labui petugas, dan rekrutmen
kelom-
pok penjahat. Ia menjadikan status narapidana tak
ubahnya gelar agar ia disegani kawan maupun lawan. Gelar “saya telah di penjara
5 kali” merupakan kebanggaan bagi dirinya.
Bagi tipe
orang seperti ini, penjara semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas untuk
berbuat kejahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar