Rabu, 28 Mei 2014

Tipe Narapidana


Chairil A Adjis   dan   Dudi Akasyah

Seseorang yang menjalani masa hukuman di penjara memiliki bermacam-macam latar belakang. Ada diantaranya yang dijebloskan ke penjara karena masalah politik, terkena fitnah, masalah dengan rekanan bisnis, korupsi, pencurian, perampokan, pembunuhan, perkosaan, dan sebagainya.
Jika dilihat dari latar belakang kasus yang menimpa narapidana maka hasil/efek (output) dari pen-jara akan berbeda-beda pula. Ada individu yang semakin baik sete-lah mengalami masa penjara, ada pula yang biasa-biasa saja, dan ada juga yang tindakan krimi-nalnya semakin menjadi-jadi.
a.      Individu semakin baik
Ada individu saat memasuki masa pemenjaraan ia memperoleh inspirasi untuk hidup menjadi lebih baik. Masa penjara baginya menjadi masa untuk melakukan interospeksi, perenungan, menjernihkan pikiran, dan melakukan evaluasi tentang kejadian-kejadian yang telah menimpanya, dan melakukan perencanaan untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan.
Ia menyadari bahwa nun jauh di luar penjara banyak sekali intrik, politik, egois, tuduhan, fitnah, iri, dan dengki. Yang kuat berkuasa dan yang lemah ditindas serta diperlakukan sewenang-wenang.
Baginya, penjara merupakan saat evaluasi, saat pembenahan, melatih diri, dan membuat planning di saat ia menghirup udara bebas.
Banyak orang-orang yang berhasil menjalani masa penjara dimana ia menjadikan penjara sebagai masa evaluasi, masa berkarya, dan dan menyusun rencana ke depan agar lebih baik, sebagai contoh: Buya Hamka, Soekarno, dan yang lainnya.
b.      Individu insaf
Seseorang pada awalnya merasa bebas melakukan kejahatan. Ia tidak menerima teguran apa-apa dari tindakannya. Saat ia divonis bersalah kemudian mendekam di penjara barulah ia sadar bahwa perbuatannya memiliki konsekuensi hukum. Saat di penjara ia merasa semuanya serba dibatasi, harus patuh kepada aturan. Petugas di penjara memberi pembekalan seperti patuh kepada hukum, jangan merugikan orang lain, pembinaan kerohanian, dan pemberian keterampilan.
Ia menyesali perbuatannya, ia sadar bahwa perbuatannya telah merugikan orang lain, ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa berbuat sebodoh itu.
Ia berjanji bahwa mulai saat itu ia akan berubah. Ia akan mengerjakan kegiatan positif dan menjauhi hal-hal negatif. Ia berjanji bahwa saat kembali ke masyarakat maka ia akan meraih simpatik dan menunjukan bahwa dirinya sudah benar-benar berubah. Saat kembali ke masyarakat ia melaksanakan janjinya untuk menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, agama, bangsa, dan negara.
c.       Individu biasa-biasa saja
Bagi orang tipe ini, penjara dia anggap biasa saja. Mengikuti kegiatan penjara tanpa memiliki motivasi, hanya ikut-ikutan. Ia tidak tahu apa manfaat penjara yang dapat dipetik olehnya.
Ia tidak tahu apakah ia akan berbuat kebaikan di masyarakat ataukah akan berbuat kejahatan.
Ia berkilah: “lihat saja nanti, aku tidak tahu apa akan berbuat baik atau berbuat jahat, tergantung siapa yang mengajak aku. Yang terpenting aku bisa makan.”
Penjara baginya tak ubah seperti bangunan biasa, tempat singgah sementara, yang tak memiliki makna apa-apa.
d.      Individu tetap kriminal
Tipe orang ini menjadikan penjara sebagai tempat menunggu ia melakukan kejahatan lagi. Bagi dia penjara merupakan resiko dari pekerjaannya. Tipe seperti ini, menjadikan kejahatan sebagai profesi.
Ia mengatakan rasional jika kejahatan yang dia lakukan menghasilkan sejumlah uang. Waktunya sedikit, perjuangan sedikit, tetapi uang yang diperoleh banyak. Perhitungannya asalkan tidak tertangkap maka secara materi akan sangat menguntungkan.
Sumber: Indonesiaindonesia.com
 
Alasan sulitnya mencari pekerjaan halal sebenarnya bukan alasan utama. Sebab yang menawari pekerjaan banyak, seperti kuli, pekerjaan kasar, dan sejenisnya. Namun, alasan utama dan sejujurnya adalah mereka malas bekerja, tidak mau capai, jalan dan pintas mendapat uang. Perhitungan sederhananya adalah “sedikit bekerja, uang yang didapat banyak.” Penjara? Merupakan resiko jika tertangkat, tetapi setelah itu peluang berbuat kembali terbuka.
Penulis yang sengaja melaku-kan penelitian ke penjara mem-peroleh keterangan bahwa ada narapidana yang terbiasa melaku-kan kriminal dimana setelah ia bebas dari penjara, tidak berapa lama mendekam lagi dalam penjara, hal itu dilakukan secara berulang-ulang.
e.       Individu semakin menjadi-jadi
Orang tipe seperti ini, menjadikan penjara sebagai “School of Crime” (sekolah kejahatan). Saat ia dijebloskan ke penjara maka ia belajar dari sesama narapidana tentang berbagai kejahatan, dan berbagai teknik kriminal. Ia pelajari juga bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, cara menge-labui petugas,  dan rekrutmen  kelom-
pok penjahat. Ia menjadikan status narapidana tak ubahnya gelar agar ia disegani kawan maupun lawan. Gelar “saya telah di penjara 5 kali” merupakan kebanggaan bagi dirinya.
Bagi tipe orang seperti ini, penjara semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas untuk berbuat kejahatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar